Taman Hiburan Rakyat (THR) adalah salah satu ruang berkumpul
yang pernah mengambil tempat dalam memori tentang kota di Kupang. Berbagai sudut di Kota Lama, Oeba, Oebobo hingga Naikoten
menjadi pusat-pusat keramaian dalam penyelenggaraan THR.
Mulai dari berjual beli, unjuk kebolehan seni
hingga adu keberuntungan lewat judi menjadi bagian dari THR.
Penulis: Sherly “Sheko” Atty (Tim Pengarsipan MEREKAM KOTA 2022)
Ketika pertama kali diselenggarakan[1], (diperkirakan sekitar tahun 1969 dan pada masa Pemerintahan Gubernur El Tari), THR menjadi tempat berjualan sekaligus berlangsungnya pentas kesenian musik dan tari-tarian. Pada saat itu pentas kesenian dilakukan di lapangan Sekolah Cina. Memori ini digambarkan sebagai situasi yang nyaman, aman dan damai.
THR bisa digambarkan mengadopsi kebiasaan pasar jalanan di era Pemerintahan Belanda yang biasa disebut dengan kermis (=pasar malam)ataupun jaarmarkt (=pasar tahunan).Pasar jalanan sering dijumpai di Belanda, Belgia, Luksemburg dan Perancis Utara khususnya pada bulan-bulan musim panas dan menjelang hari natal. Tujuannya adalah memberikan kesempatan untuk menyediakan pasar murah bahkan loak dari berbagai jenis pedagang. Pasar ini juga diiringi teater jalanan dan musik, serta atraksi membuat kerajinan lokal.
Dari Kota Lama sampai Naikoten
Kawasan Kota Lama menjadi pusat aktivitas masyarakat termasuk THR. Kawasan Gereja Kota Kupang dan ruan Jl. Soekarno hingga Bioskop Raya (samping Pasar Malam) diceritakan sebagai salah satu lokasi THR. Masuk dan keluarnya pengunjung diatur. Biasanya tempat parkir kendaraan diarahkan ke area kantor Bupati Kupang lama hingga ke Airmata. Kawasan yang sekarang dikenal dengan sebutan Teddy’s (pertigaan Pelabuhan Kupang) hingga Kantor Lurah Bonipoi juga mendapat giliran lokasi THR.
Kawasan yang masih berdekatan, seperti Terminal Kupang, Halte Oeba dan sekitar Toko Rukun Jaya juga menjadi lokasi THR. Kampung Baru –dari Fontein hingga kawasan sekitar SMPN 2 Kota Kupang—juga menjadi titik THR. Lapangan Polda NTT, dulu disebut KOMDAK juga pernah menjadi lokasi THR termasuk kawasan sekitar Kantor PLN di Oebobo hingga Pasar Pelita (sekarang Pasar Inpres Naikoten).
Tempat-tempat inilah yang pernah menjadi lokasi THR pada waktu-waktu istimewa mulai dari perayaan kemerdekaan, hari Sumpah Pemuda dan hari-hari besar lainnya. THR biasanya dibuka pada pada jam 10 pagi dan ditutup pada jam 11 malam. Di THR berbagai barang dijual dengan harga murah, biasa disebut pasar murah. Barang-barang ini merupakan stok lama dari toko-toko di sekitar LLBK.
Undian, wahana permainan, judi dan tinju
Pada tahun 70-an harga karcis masuk THR seharga 1-2 rupiah[2]. Karcis menjadi kupon undian yang dikumpulkan pada kaleng biskuit dan diundi setiap jam penutupan -jam 10 malam. Ini yang membuat orang berlama-lama berada di THR.
Berbagai jenis hadiah disiapkan untuk pengunjung yang beruntung dan dibungkus rapi dengan kain tenun. Biasanya berupa kaos, handuk dan kebutuhan sehari-hari. Hadiah-hadiah ini merupakan disponsori oleh grup pemilik toko seperti Toko Nam, Toko Piet, Toko Cong, dan Sinar Pembaharuan. Salah satu magnet THR juga adalah berbagai-bagai permainan judi, mulai dari penarikan lotre hingga permainan yang saat ini dilarang seperti bola guling, roulette, lempar bulu ayam hingga kuru-kuru. Selain itu berbagai wahana permainan juga tersedia, mulai dari roller coaster, komedi putar hingga bianglala. Memori ini melekat menjadi simbol masa kecil dan hiburan rakyat bagi orang-orang yang menikmati masa kecil dan masa muda di tahun 70-an.
Tinju, Pop Singer, Koes Plus hingga Starlight
Yang selalu ditunggu-tunggu dengan penonton yang ramai adalah pertandingan tinju amatir. Bahkan pertandingan pernah menghadirkan petinju dari luar negeri. Lomba menyanyi juga menjadi bagian penting dari rangkaian THR –Pop Singer. Biasanya dilakukan di depan gereja Kota Kupang dengan panggung yang dilengkapi dengan berbagai penampilan band.
Leksa Nada dan Varia Ragam adalah dua nama band yang diingat. Sementara nama Yoka Ngefak diingat sebagai salah satu juara Pop Singer. Nama musisi lokal seperti Edu Pah dan Eriko Messakh juga diingat sebagai penampil yang memainkan alat musik Sasando. Pertunjukan band yang menampilkan berbagai musisi daerah juga terjadi di THR, bahkan kelompok seperti Koes Plus juga pernah dihadirkan untuk meramaikan THR di Kupang. Disebutkan bahwa pada era 70-an, THR juga pernah mengundah kelompok musisi dari Korea Selatan yang bernama Starlight.
THR tidak lagi diselenggarakan pada tahun 80-an. Pada saat ini, berbagai pasar jalanan atau pasar raya diselenggarakan dengan tajuk pameran dan expo pembangunan pada berbagai kesempatan, termasuk dalam merayakan hari-hari besar. ***
Sumber:
Wawancara Eston Foenay, September 2022
Wawancara Luis Missa, Agustus 2022
Wawancara Mat Latief, Agustus 2022