Michael Markus. Pernahkah kamu mendengar nama ini? atau nama ini terdengar asing di telinga kamu?
Ya.. Ia adalah salah satu tokoh yang memperjuangkan Nusa Tenggara Timur menjadi Daerah Tingkat I dan II. Namun Ia menghilang ketika peristiwa Gerakan 30 September 1965 terjadi. Keterlibatannya dalam Barisan Tani Indonesia (BTI), menyebabkan keberadaannya tidak pernah ditemukan sampai detik ini.
Michael Markus lahir di Desa Huroe, Rote Timur pada tanggal 12 Juli 1906. Ia merupakan putra pasangan Markus Siki Tari dan Rut Maku. Di Rote, Ia menempuh pendidikan Sekolah Rakyat hingga tamat pada 3SR. Setelah tamat, Ia sempat bekerja mengiris tuak di kebun mereka yang penuh dengan ratusan pohon tuak. Kemudian Ia mengikuti ajakan seorang teman sekolahnya, pendeta Rissi, pergi ke Kupang. Ia tinggal di Airmata sesampainya di Kupang. Beberapa waktu berselang, Ia mengikuti ujian masuk STOVIL, sebuah sekolah penginjil. Ujian masuk diikutinya bersama 30 orang lainnya. Setelah dinyatakan lulus dan diterima sebagai murid STOVIL, Ia dibawa ke Soe dimana STOVIL berada. Sehabis menyelesaikan pendidikannya di STOVIL, Ia kemudian bekerja sebagai guru merangkap kepala sekolah di Sekolah Rakyat di beberapa daerah di daratan Timor seperti Mollo, Pene, Pisan dan Niki-niki. Selain mengabdi sebagai guru, Ia juga melakukan penginjil. Melalui pelayanannya sebagai penginjil, Ia membawa orang Amanuban dan Amanatun memeluk agama Kristen.
Pada tahun 1930, Michael Marcus menikahi Loisa Nenobais. Ia dan Loisa pada awalnya berkenalan di rumah pendeta Ven Alven, seorang pengajar di STOVIL, tempat dimana Loisa Nenobais tinggal. Pemberkatan nikah mereka dilakukan di Camplong dan diberkati oleh pendeta Pieter Middlekoop. Pernikahan mereka dikaruniai sepuluh anak.
Pada tahun 1950, Michael Marcus berhenti menjadi guru. Ia diangkat menjadi anggota DPR dan pindah ke Kupang. Pada tahun ini juga beliau mulai aktif menjadi anggota Partai Nasional Indonesia (PNI), dimana E.R. Herewila menjabat sebagai ketua di Timor. Ia memilih bergabung dengan PNI semata karena kekaguman beliau akan sosok bung Karno. Bahkan beliau memiliki hubungan yang cukup erat dengan bung karno. Ketika bung karno datang ke Kupang, Ia sempat menginap di rumah Michael Marcus yang pada waktu itu terletak di jalan Siliwangi (berdekatan dengan GMIT Ebenhaezer Oeba).
Lima tahun kemudian, Ia diangkat lagi menjadi anggota Dewan Pemerintah Daerah (DPD) dan mengepalai bidang pendidikan dan kesehatan. Pada bulan Maret tahun 1955, Ia turut menjadi salah satu delegasi yang pergi ke Jakarta dalam rangka memperjuangkan Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi Daerah Tingkat I dan II. Sekembalinya dari Jakarta, Ia memperjuangkan berdirinya rumah sakit di Kupang. Ia menjadi peletak batu pertama pendirian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. DR. W. Z. Johannes. Beliau jugalah yang memberi saran agar rumah sakit tersebut dinamai W.Z. Johannes.
(Hasil wawancara dengan Oma Net Markus. Sumber Pembanding dalam hal ini Sejarah berdirinya RS W.Z. Johannes, tidak menyebutkan namanya dalam catatan mereka. Sumber pembanding yang lain belum ditemukan)
Pada tahun 1960, Ia pindah kembali ke TTS dan menjabat sebagai kepala keuangan di kantor Bupati TTS. Setelah tiga tahun mengabdi beliau memutuskan untuk pensiun dan meneruskan hobinya dalam bertani dan berternak. Kesukaannya akan bertani dan berternak ini dilirik oleh Barisan Tani Indonesia (BTI), salah satu organisasi afiliasi Partai Komunis Indonesia (PKI). Thobias Paulus Rissi, ketua PKI di Timor, yang mula-mula memperkenalkannya kepada BTI. Di BTI, mantan kepala keuangan ini bekerja secara paruh waktu melatih petani-petani agar dapat bertani dengan baik, membantu menyediakan alat-alat pertanian bagi mereka, serta menjadi penasehat terkait isu reformasi pertanahan.
Kepemimpinan yang ditunjukkannya di BTI Soe cukup berhasil. Hal ini diperlihatkan dengan banyaknya jumlah petani yang berpartisipasi dalam BTI. Sekitar 25.000 petani lokal ikut serta dalam organisasi ini. Namun pengabdiannya dalam organisasi ini tidak berlangsung lama. Sebab dua tahun kemudian peristiwa tak terduga menimpanya dan membuatnya menghilang tanpa jejak.
Pada bulan Juni tahun 1965, beberapa bulan sebelum beliau ditangkap, Ia sempat pergi ke Surabaya untuk berobat dan juga berkunjung ke kerabatnya yang berada di Solo. Tiga bulan berada di tanah Jawa, beliau kemudian kembali ke Kupang pada tanggal 27 September 1965. Ia berangkat bersama dua orang kerabatnya dari Surabaya. Ketika kejadian 30 September 1965 meletus, beliau sedang berada diatas kapal dalam perjalanannya menuju Kupang dan tidak tahu menahu soal meletusnya peristiwa tersebut. Pada tanggal yang sama, anaknya yang sulung, Oktavianus Leonard Markus, telah lebih dulu ditahan di kantor polisi di Kupang. Pemuda yang sehari-hari mengabdi sebagai guru sejarah ini di tuduh terlibat dalam Pemuda Rakyat, organisasi afiliasi PKI yang berkaitan dengan orang-orang muda. Saat ditangkap, pemuda yang juga bekerja di perusahaan kain bernama Budi Bakti ini sempat dipukuli sebelum dibawa ke kantor polisi. Sejak hari itu, Ia menghilang dan tidak pernah dijumpai lagi. Saat Michael Marcus tiba di Kupang pada tanggal 01 Oktober 1965, Keadaan sudah kacau dan heboh bahwa ada pembunuhan dimana-mana. Sebelum pulang ke Soe, Ia sempat beristirahat di rumah kerabatnya di daerah Naikoten. Pada tanggal 03 Oktober 1965, sejumlah polisi menangkapnya dirumahnya di Soe. Isterinya dituduh menjadi anggota Gerwani, organisasi afiliasi PKI yang berkaitan dengan gerakan wanita. Ia dan isterinya sempat di arak sepanjang kota Soe bahwa mereka terlibat PKI. Mereka kemudian menahannya di kantor polisi Soe sedangkan isterinya ditahan dirumah. Pada bulan Maret tahun 1966, Ia dipindahkan ke penjara tua bekas kolonial Belanda di Kupang setelah lima bulan ditahan di kantor polisi Soe. Pada 07 April 1966, Ia menghilang. Kabarnya tidak pernah terdengar hingga hari ini. Kuburnya tidak diketahui ada dimana.
——– ————
James Mage – Tim Pengarsipan Merekam Kota
Referensi:
- Farram, Steven Glen. 2010. The PKI in West Timor and Nusa Tenggara Timur 1965 and beyond. Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia, Volume 166: Issue 4.
- Van Klinken, Gerry. 2015. The Making of Middle Indonesia (Kelas Menengah di Kota Kupang, 1930an-1980an). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- Wawancara dengan Oma Net Markus (Anak Kandung Michael Markus), pada tanggal 01 Oktober 2020, Pukul 18.00-19.30 WITA. Oma Net Markus berumur 30 tahun ketika Ayahnya ditangkap.