Stadion Merdeka dari masa ke masa mengalami berbagai pergeseran.
Mulai dari fungsi, bentuk bangunan, dan posisinya
dalam pandangan dan pengalaman ruang penduduk kota.
Stadion Merdeka dalam lini masa memiliki perjalanan yang panjang.
Bahkan, garis waktu Stadion Merdeka dapat ditarik mulai dari masa Pemerintahan Hindia Belanda hingga hari ini
Penulis: Yosafat Hana (Tim Pengarsipan MEREKAM KOTA 2022)
Stadion Merdeka yang berlokasi di Jl. Jenderal Ahmad Yani, di Kelurahan Oeba, Kecamatan Kota Lama, sudah digunakan sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda. Area sekitar Stadion dulunya merupakan pemukiman para pegawai pemerintahan yang tersebar mulai dari Jalan Flores, Irian Jaya, Sumba dan Sumatera. Oleh karena itu, stadion ini sering menjadi tempat dilangsungkannya upacara-upacara bernuansa pemerintahan. Stadion Merdeka juga memiliki sejarah kelam. Setelah Perang Dunia II tahanan perang Jepang dan pribumi yang memihak pada Jepang dieksekusi di tempat ini.
Sampai hari ini, Stadion Merdeka masih dilengkapi beberapa fasilitas seperti lapangan sepak bola, futsal dan voli, lapangan basket, bahkan ruko yang menjadi bagian dari kawasan Stadion Merdeka. Stadion ini tampak kumuh dan terbengkalai sehingga menjadikannya salah satu lokasi kenakalan remaja. Makin terbengkalainya kawasan ini juga merupakan dampak dari pembangunan gedung olahraga yang dibangun relatif baru di Oepoi.
1946 dan seterusnya
Pasca kemerdekaan, Stadion Merdeka sering dijadikan tempat perayaan hari besar. Tahun 1946 diadakan kegiatan gabungan Swapraja Keresidenan Timor setelah Raja Amarasi Hendrik Arnold Koroh dilantik sebagai Voorzitter Timor Eiland Federatie (Presiden Federasi Pulau Timor). Sewaktu perkunjungannya ke Kupang (sekitar 1950), Presiden Soekarno disambut dengan pidato J.J Detaq. Stadion Merdeka, karena strategis, selalu menjadi tempat digelar acara-acara seperti peringatan hari kemerdekaan, HUT Bhayangkara, ibadah hari raya keagamaan dan hari besar lainnya.
PKI Provinsi mungkin partai pertama yang menggunakan ruang ini untuk berpolitik, tetapi semua partai yang lain – PNI, Parkindo, Partai Katolik – juga mengadakan rapat umum di situ untuk unjuk kekuatan. Untuk memperingati Hari Buruh 1963, PKI mengumpulkan semua organisasi afiliasinya dari berbagai wilayah untuk rapat raksasa di Stadion Merdeka. Kemudian untuk memperingati Hari Lahir ke-45 PKI tanggal 23 Mei 1965, Harian Rakyat melaporkan bahwa ada 5,793 orang ambil bagian dalam arak-arakan anggota dan pendukung. Hari peringatan itu, 29 Mei, mulai dengan sebuah rapat umum di stadion sepak bola Merdeka yang diadakan oleh Pemuda Rakjat. Wakil Sekretaris Provinsi Sam Piry menyampaikan pidato di depan peserta. Menjelang senja, diterangi sinar suluh yang menyala-nyala, sebuah arak-arakan sepanjang satu kilometer meninggalkan Stadion Merdeka sambil menyanyikan lagu Nasakom Bersatu menuju markas besar PKI Provinsi di Naikoten.
Pemugaran yang pertama, 1962
Stadion Merdeka dipugar pada tahun 1962. Pada saat itu Kepala Dispora adalah Frans Sales Lega, yang kemudian menjadi Bupati Manggarai. Pada saat itu pembangunan dibantu oleh Korem yang diketuai Let. Kol. Paikun yang memerintahkan Rudy Leiwakabessy untuk mengerahkan alat berat dalam proses pemugaran. Pembangunan dikoordinir langsung oleh El-Tari sebagai Wakil Gubernur NTT dan W.C.H Oematan yang waktu itu menjabat sebagai Bupati Kupang. Pada saat itu I.H Doko yang menjabat Ketua KONI adalah mantan Menteri Penerangan. Tokoh-tokoh di atas merupakan tokoh olahraga yang mencetuskan Stadion Merdeka.
Pembangunan Stadion Merdeka dibantu oleh Korem sebagai satu-satunya instansi yang memiliki alat berat. Saat itu, di bawah pimpinan Let. Kol Paikun. Stadion Merdeka disebut-sebut merupakan bagian dari lahan menembak militer bagi Danrem. Stadion Merdeka memiliki areal bangunan yang sangat luas. Bahkan, Gedung Bioskop Kupang terlihat sangat kecil dalam skala perbandingan antara kedua bangunan besar tersebut.
Stadion dan Memori Kota
Dalam proses pengarsipan, Tim MEREKAM KOTA 2022 beberapa kali berkunjung ke Opa Leopold Nisnoni yang banyak memiliki arsip. Salah satu arsip yang dimiliki Opa Leo adalah arsip tentang olahraga. Dalam arsip Opa Leo terlihat Opa Leo bersama-sama dengan atlet lain yang ber-etnis Tionghoa, sedang berada di lapangan basket Stadion Merdeka untuk mengikuti pertandingan basket. Menurut Bapak Esthon Foenay dan Opa Leopold Nisnoni, waktu itu di Sekolah China dan lapangan merah Toko Wirama terdapat lapangan basket, hal ini membuat penulis berpikir bahwa mungkin ini salah satu alasan mengapa di dalam arsip milik Opa Leo banyak atlet basket ber-etnis Tionghoa.
Dalam wawancara dengan Ibu Emilya Edon, ia bercerita bahwa Stadion Merdeka pernah menjadi tempat dilaksanakan kegiatan Taman Hiburan Rakyat. Stadion Merdeka juga menjadi tempat penyelenggaraan turnamen tinju yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali yang diselenggarakan oleh Oeba Boxing Club. Atlet yang bertanding dari sasana yang ada di Kupang seperti OBC, CMI, Garuda, PGMI. Ada juga turnamen tinju yang diselenggarakan pada waktu THR di lapangan Stadion Merdeka. Atlet yang ikut di turnamen ini biasanya antar kabupaten. Bukan hanya olahraga tinju yang ditandingkan, ada juga olahraga yang lain seperti basket dan atletik.
Di tahun 80an perguruan silat Wulung Perkasa yang didirikan oleh Ahmad Burhan Bin Bahidasi pada 1970 di Kupang (awalnya bernama Elang Sakti), menjadikan Stadion Merdeka sebagai tempat untuk berlatih silat.
Di tahun 90an pernah diadakan kegiatan otomotif motor cross di Stadion Merdeka, yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Undana. Arena balap di lapangan Stadion Merdeka selanjutnya digunakan sebagai tempat kebaktian rohani.
Tak jarang juga diadakan turnamen sepakbola setingkat tarkam atau kota/provinsi (El-Tari Memorial Cup) di Stadion Merdeka. Sampai saat ini Stadion Merdeka dijadikan tempat pembinaan sepak bola.
Pada tahun 2017 dipasang plang bahwa lahan Stadion Merdeka dalam pengawasan Keluarga Koroh. Pada tahun 2022, di waktu yang bersamaan dengan proses pengarsipan MEREKAM KOTA 2022, dipagarlah Stadion Merdeka oleh Keluarga Koroh. Plang dan pagar tersebut lalu dibongkar dan dipasang plang yang berbunyi “Tanah ini milik TNI AD.” Menurut pengakuan Drs. Rudi Tonubesi, S.H, M.Hum bahwa Pemerintah Kota mengirim surat ke Keluarga Koroh bahwa tanah tersebut bukan milik pemerintah kota. Tetapi bangunan tersebut adalah milik pemerintah kota. Diharapkan pihak yang berkepentingan di dalamnya dapat mencari solusi yang terbaik agar stadion merdeka dapat dimaksimalkan sebagai tempat berolahraga yang layak pakai sehingga sewaktu-waktu dapat diadakan event olahraga besar seperti PON di NTT. Stadion Merdeka dapat menjadi pilihan karena sejarah dan fasilitas yang baik.***
Sumber:
- Wawancara dengan Bapak Tjokordo Pandjikusamba (Lurah Fatubesi), pada tanggal 26 Agustus 2022.
- Van Klinken, Gerry. 2015. The Making of Middle Indonesia (Kelas Menengah di Kota Kupang, 1930an-1980an). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- Wawancara dengan Bapak Esthon Foenay, pada tanggal 13 September 2022
- Wawancara dengan Opa Leopold Nisnoni, pada tanggal 24 Maret 2023
- Wawancara dengan Ibu Emilya Edon (anak kandung Opa Apol Edon pendiri Oeba Boxing Club), pada tanggal 08 Juli 2022
- Podcast Drs. Rudi Tonubesi, S.H, M.Hum selaku kuasa hukum keluarga besar Koroh bersama Jems Bore dalam kanal Youtube Podjems Juni 2022
- Informasi dari pengunjung Pameran Arsip Publik MEREKAM KOTA 2022: Ruang Berkumpul