Penulis: Sarah Nikita Ledo
Air merupakan elemen vital yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Kota Raja, adalah salah satu Kecamatan di Kupang yang memiliki berbagai sumber mata air yang melimpah seperti Kali Dendeng, Kali Sembunyi, Kali Mapoli, Kolam Airnona, dan Kolam Amnesi. Setiap tempat dengan sumber air sering kali menjadi pusat kegiatan masyarakat. Air merupakan sumber daya sangat penting bagi kehidupan masyarakat karena perannya dalam kehidupan sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian, dan berbagai keperluan rumah tangga lainnya.
Di antara sumber-sumber air yang ada di Kota Raja, Kolam Airnona, yang terletak di Jl. Kancil, Kelurahan Airnona memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Airnona dan sekitarnya. Pada tahun 1960-an hingga 2000-an, Kolam Airnona menjadi tempat berkumpul yang ramai. Masyarakat setempat sering datang untuk berenang, mandi, mencuci pakaian, atau sekadar duduk bercengkrama. Selain menjadi pusat aktivitas sosial masyarakat Airnona dan sekitarnya, Kolam Airnona juga menjadi saksi bisu peristiwa sejarah yang pernah terjadi di Kupang seperti pengibaran bendera pertama di Kupang. Kolam Airnona juga menyimpan berbagai kisah mistis yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Selain itu, terdapat tradisi yang kerap dilakukan oleh masyarakat Airnona terutama ketika air di kolam mulai mengering dan bulan terang.
ASAL MUASAL NAMA KOLAM AIRNONA
Kolam Airnona memiliki sejarah yang kaya dengan berbagai kisah magis dan mitosnya. Menurut cerita yang diturunkan dari generasi ke generasi, kolam ini terbentuk dari peristiwa tragis yang melibatkan sepasang kakak-beradik perempuan bernama Bi Sulat dan Bi Aof, seekor ayam dan kendi air. Cerita yang dituturkan oleh Mira Hari Ratu Kore, menyebutkan bahwa di daerah yang sekarang menjadi Kolam Airnona, terdapat sebuah rumah yang dihuni oleh dua saudara perempuan. Suatu sore, sang kakak pergi mencari kayu api sementara sang adik tertidur di rumah, kemudian dia terbangun karena seekor ayam yang naik ke atap rumah. Ketika diusir, ayam tersebut menyenggol kendi berisi air, menyebabkan air mengalir deras dari dalam kendi dan menenggelamkan rumah serta dirinya. Ketika sang kakak kembali, ia menemukan rumah dan saudaranya telah tenggelam. Karena kesedihan yang mendalam, ia pun bunuh diri di genangan mata air tersebut. Tempat tersebut kemudian dinamai Kolam Airnona.
Versi lain dari cerita ini, seperti yang dikisahkan oleh Den Nakmanas, menyebutkan mengenai sepasang kakak beradik perempuan yang sedang menenun. Ketika sedang asik menenun, seekor ayam mengais tanah dan tidak sengaja menyenggol kendi berisi air yang mereka ambil dari tempat yang jauh, mereka berdua pun bersedih dan menangis. Tidak lama kemudian tumpahan air dari kendi tersebut menyebar dan membentuk sebuah genangan air. Ketika ingin mendekat, mereka berdua tenggelam di dalam genangan air tersebut.
Selain kedua versi tersebut, masih banyak lagi versi cerita tentang asal muasal Kolam Airnona dari cerita lisan masyarakat. Penulis mencoba mencari tahu berbagai versi cerita ini dari sumber internet. Salah satu yang penulis temukan di postingan Facebook Sonny Pellokila pada tanggal 17 September 2023. Menurut cerita tersebut, seorang kaisar Sonbai Besar bernama Nai Baob Sonbai dan pengikutnya pernah tinggal sementara waktu di dekat sebuah mata air yang sekarang bernama Kolam Airnona. Di mata air ini kedua putri raja sering mencuci rambut oleh karena itu tempat ini diberi nama Oel Feot Nainu Pehkin dalam bahasa Dawan. Salah satu dari putri tersebut menjadi nenek moyang keluarga Nisnoni yang memerintah Sonbai Kecil. Selain itu, dahulunya mata air ini banyak ditemui kendi air milik gadis-gadis setempat yang sering mencuci rambut dan menghabiskan waktu pagi hingga malam di tempat ini sebab aktivitas mereka sehari-hari terkait dengan air sebagai sumber kehidupan. Dalam perkembangan waktu, pada tahun 1870-an dibangun sekolah guru yang mayoritas pengajarnya berasal dari Maluku. Sekolah guru ini berada dekat mata air Oel Feotnai sehingga tempat tersebut sering disebut Atutu yang diadopsi dari Bahasa Maluku yang artinya belajar atau mengajar. Berjalannya waktu, tempat di sekitar Oel Feotnai banyak dihuni penduduk dari berbagai suku yang kurang memahami Bahasa Dawan, maka masyarakat setempat lebih familiar menyebut nama mata air tersebut dalam bahasa Melayu Kupang yaitu Aer Nona. Dulu terdapat sebuah prasasti di kolam ini yang tertulis:
“BATU PERINGATAN. Pada permulaan abad ke XV di sini di kampung Atutu telah diletakkan karya dan bakti kemanusiaan oleh Baki Sonbai dan istrinya Bimano Amfoan serta kedua putrinya Bisulat dan Biaof.”
Berbagai versi cerita tentang Kolam Airnona menunjukkan betapa kaya dan beragamnya tradisi lisan masyarakat di Kota Raja mengenai Kolam Airnona. Setiap cerita tidak hanya memperkaya sejarah kolam ini tetapi juga berfungsi sebagai sarana pelindung untuk menjaga kelestariannya. Banyak warga Airnona tidak bersedia bercerita tentang kolam ini karena takut jika cerita mereka salah, hal tersebut dapat membawa malapetaka bagi diri mereka sendiri. Menurut Jacob Daulima dan putranya, banyaknya versi cerita yang berkonotasi mistis di tengah-tengah masyarakat mungkin bertujuan untuk melindungi kolam tersebut dari eksploitasi yang berlebihan.
Selain cerita tentang asal muasal Kolam Airnona, ada juga cerita yang cukup unik tentang pantangan bagi orang bersuku Timor untuk berenang di kolam ini. Konon, orang bersuku Timor yang berenang di kolam ini akan tenggelam. Cerita ini telah menjadi semacam kepercayaan yang diwariskan turun-temurun dan membuat orang-orang bersuku Timor berhati-hati atau bahkan menghindari berenang di kolam tersebut. Dari cerita-cerita yang beredar, korban jiwa yang paling banyak adalah dari suku Timor, membuat kesan mistis dan angker pada kolam ini. Meskipun tidak semua orang percaya, tetapi banyak masyarakat yang mengaitkan tragedi tersebut dengan mitos tentang asal muasal kolam Airnona.
Berdasarkan wawancara dengan Yes Bunga, mitos tentang larangan bagi orang bersuku Timor untuk mandi di Kolam Airnona kemungkinan merupakan upaya dari orang Sabu dan Rote untuk mencegah mereka tinggal di dekat mata air. Dengan cara ini, orang Sabu dan Rote bisa menguasai daerah yang lebih subur di sekitar kolam. Mereka menyebarkan cerita bahwa di mata air tersebut ada nitu yang berarti setan, untuk menakut-nakuti orang Timor agar menjauh dari tempat tersebut.
PENGIBARAN BENDERA PERTAMA DI KUPANG DAN RUANG BERKUMPUL DI KOLAM AIRNONA
Menurut Nicky Ully, salah satu peristiwa sejarah yang fenomenal pernah terjadi di dekat kolam ini yaitu ketika pengibaran bendera merah putih pertama di Kupang pada tanggal 28 April 1945. Empat bulan sebelum pengibaran bendera merah putih pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, Kupang sudah menaikkan bendera merah putih di lapangan dekat Kolam Airnona. Peristiwa ini digerakan oleh organisasi Partai Demokrasi Indonesia Timor (PDIT) yang diketuai oleh I.H Doko. Sebelumnya di masa pemerintahan Jepang, kantor pemerintahan sipil didirikan di dekat Kolam Airnona sehingga pernah didirikan sebuah rumah panggung tempat santai bagi para pembesar di Kota Kupang.
Menurut wawancara dengan Mira Hari Ratu Kore dan Den Nakmanas, ketika kepemimpinan Dominggus Ratu Kore sebagai Kepala Desa Airnona, beliau bersama masyarakat Airnona memagari mata air dengan batu alam membentuk sebuah kolam alami sebagai sebuah tempat wisata. Pekerjaan kolam ini rampung dan diresmikan oleh El-Tari pada tanggal 20 Desember 1974. Walaupun diperuntukan untuk tempat wisata, kolam ini dapat dinikmati secara gratis oleh umum. Ukurannya yang luas dan dikelilingi oleh pohon-pohon besar membuatnya menjadi kolam yang paling ramai waktu itu, bahkan disebut sebagai kolam legendaris di Kota Kupang pada masa ini.
Di Kolam Airnona terdapat beberapa bangunan setengah tembok membentuk sebuah ruangan, menurut Den Nakmanas dahulunya bangunan itu dikhususkan untuk mencuci pakaian. Ketika air memenuhi kolam, air akan mengalir dari kolam menuju tempat mencuci pakaian. Sepanjang hari banyak ditemui warga yang mencuci pakaian di tepi kolam. Bukan hanya warga Airnona yang mencuci pakaian, tetapi warga dari luar Airnona juga ikut mencuci pakaian. Sekarang ini tidak dijumpai lagi masyarakat yang mencuci pakaian di Kolam Airnona, alasannya karena sekarang air bersih lebih mudah diakses dan debit kolam yang berkurang. Terdapat juga sebuah bangunan kayu berlantai dua yang dahulunya dipakai untuk perpustakaan, nama gedung ini adalah Perpustakaan Atutu.
Sekitar tahun 1970-an banyak warga dari luar Airnona sering mengambil air dari kolam ini menggunakan drum bekas, caranya yaitu dengan memasangkan ban di pinggir drum kemudian menggulingnya hingga ke tempat tujuan. Pemandangan seperti ini jarang terlihat sekarang. Bagi mereka yang waktu itu memiliki kendaraan mobil bak terbuka dapat memuat drum dengan mobil. Air dari kolam Airnona bukan hanya dipakai untuk keperluan rumah tangga, tetapi juga untuk pertanian dan persawahan. Terdapat drainase yang mengalir ke daerah persawahan di sekitar Airnona, namun sekarang tidak ada lagi sawah di sekitar kolam.
Sebelum masuknya air PDAM ke rumah-rumah warga sekitar Airnona, semua hal yang berkaitan dengan kebutuhan air berpusat pada Kolam Airnona, menjadikan kolam ini sebagai pusat pertemuan masyarakat yang ramai. Bagi sebagian besar warga Airnona dari usia muda hingga yang tua pasti memiliki kenangan akan tempat ini. Masa kanak-kanak warga Airnona banyak menghabiskan waktu di tempat ini, bukan hanya berenang, memancing ikan, ada juga yang membantu orang tua mereka mengambil air dan mencuci pakaian.
Di sekitar Kolam Airnona terdapat beberapa sekolah, tidak jarang di waktu pulang sekolah, banyak anak sekolah yang berenang di tempat ini. Ketika menjelang perayaan 17 Agustus di tahun 1970-an sampai 1990-an akhir, di Kolam Airnona diadakan lomba renang tingkat SD hingga SMP. Bukan hanya lomba renang, tak jarang warga sekitar memusatkan lomba perayaan 17 Agustus di tepi kolam seperti lomba tarik tambang, lomba makan kerupuk, dan lomba tangkap ikan di dalam kolam. Ketika lomba diselenggarakan, kolam ini menjadi pusat perhatian dan keramaian yang luar biasa. Banyak masyarakat dari berbagai kalangan datang untuk menyaksikan perlombaan, baik sebagai pendukung maupun penonton yang sekadar ingin menikmati suasana.
TARI PADO’A DAN TRADISI PEMOTONGAN AYAM
Sekitar tahun 1970an sampai 2000an awal ketika kolam mengering dan bulan terang, masyarakat Airnona yang mayoritasnya bersuku Sabu sering melakukan Tari Pado’a di dalam Kolam Airnona guna mempererat tali persaudaraan antar sesama. Karena sering diadakan tarian ini banyak warga Airnona bisa menyanyikan lagu yang biasanya dilantunkan ketika tarian Pado’a walaupun mereka tidak bisa berbahasa Sabu.
Tidak hanya Tari Pado’a yang sering dilaksanakan, ada juga tradisi yang dilakukan masyarakat pada masa itu ketika kolam sudah mengering yaitu tradisi penyembelihan hewan, biasanya hewan yang dikorbankan adalah ayam jantan berwarna putih. Dua tokoh masyarakat yang penting dalam tradisi ini yaitu Bapak Dominggus Ratu Kore yang mewakili suku Sabu dan Bapak Abraham Nakmanas yang mewakili suku Timor, kedua tokoh ini berkediaman tepat di tepi Kolam Airnona. Tradisi ini tidak hanya melibatkan masyarakat Airnona tetapi juga melibatkan masyarakat bersuku Timor-Helong. Tradisi ini biasanya dilakukan dengan cara menyembelih seekor ayam jantan berwarna putih yang disembelih oleh Bapak Dominggus Ratu Kore, kemudian Bapak Abraham Nakmanas bertugas mencucurkan darah ayam mengelilingi Kolam Airnona, mereka percaya bahwa setelah melakukan ritual ini, beberapa hari kemudian air akan kembali muncul. Tarian Pado’a dan tradisi penyembelihan ayam mulai hilang ketika para tokoh adat meninggal.
KOLAM AIRNONA YANG LANSIA LEBIH CEPAT
Sebelum direnovasi, Kolam Airnona menjadi pusat kehidupan sosial masyarakat setempat. Mereka memanfaatkan kolam ini untuk berbagai aktivitas sehari-hari seperti berenang, mandi, mencuci pakaian, menangkap ikan, atau sekadar duduk bercengkerama menikmati suasana. Kolam ini tidak hanya menjadi tempat yang fungsional, tetapi juga simbol kebersamaan warga sekitar.
Meskipun demikian, sekitar tahun 2014 sampai 2015 pemerintah memutuskan untuk merenovasi kolam tersebut dengan memasang keramik di dasar dan pinggir kolam serta membangun fasilitas tempat duduk di sekitarnya. Renovasi ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan dan estetika. Sayangnya, kenyataan justru sebaliknya. Pemasangan keramik menyebabkan kolam menjadi lebih mudah kotor dan berlumut, yang mengurangi kualitas air. Lebih parah lagi, banyak mata air yang sebelumnya menyuplai air bersih ke kolam menjadi mati, sehingga kolam sering mengalami kekeringan saat musim kemarau.
Ironisnya, meski tujuan pemerintah baik, renovasi ini justru merusak ekosistem alami kolam. Sebelum kolam dipasangi keramik, masyarakat tidak perlu melepaskan ikan ke kolam karena berbagai jenis ikan air tawar hidup secara alami di sana. Tetapi sekarang, masyarakat terpaksa melepaskan ikan sesekali agar kolam tetap terlihat hidup. Selain itu, renovasi ini juga berdampak pada hubungan emosional masyarakat dengan kolam. Dahulu, warga setempat memiliki rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang tinggi terhadap kebersihan dan kealamian kolam. Namun, setelah renovasi, banyak dari mereka merasa kecewa dan kehilangan semangat untuk merawatnya. Kolam yang sering kotor dan berlumut membuat warga merasa bahwa perbaikan yang dilakukan pemerintah tidak memperhatikan aspek ekologis dan kebutuhan masyarakat setempat.
Kritik utama terhadap kebijakan ini adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap dampak lingkungan dan keberlanjutan kolam sebagai sumber kehidupan sosial dan alamiah bagi masyarakat. Renovasi yang dimaksudkan untuk mempercantik kolam justru mengakibatkan degradasi lingkungan dan membuat warga merasa terpinggirkan dari warisan alam yang dulu mereka rawat dengan cinta. Kolam Airnona, yang dahulu menjadi pusat kebersamaan warga, kini terabaikan dan kehilangan pesonanya, menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang tidak tepat sasaran dapat merusak lebih banyak daripada yang diperbaiki.
Pembangunan seharusnya tidak hanya berfokus pada estetika, tetapi juga harus mendengarkan aspirasi masyarakat. Kolam Airnona adalah milik bersama dan harus dikelola secara kolaboratif, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan penting karena mereka adalah pihak yang paling memahami nilai historis, sosial, dan lingkungan kolam ini. Tanpa adanya partisipasi masyarakat, pembangunan akan kehilangan maknanya dan malah berisiko memarginalkan mereka yang selama ini menjaga dan merawat kolam.
HARAPAN UNTUK KOLAM AIRNONA
Kolam Airnona saat ini mungkin mengalami masa-masa di mana pamornya kurang terasa dan tampak terabaikan oleh perkembangan kota. Namun, tempat ini akan tetap dikenang oleh warga Airnona sebagai lokasi yang penuh kenangan. Meskipun kondisinya saat ini kurang terawat, harapan untuk masa depan tetap masih ada. Kolam ini berpotensi dimanfaatkan kembali secara maksimal, seperti mengadakan kegiatan sosial budaya, lomba 17-an, atau lomba renang, atau mengadaptasi kebutuhan masa depan. Kerja sama antara masyarakat dan pemerintah dapat menjadi kunci untuk menghidupkan kembali suasana di Kolam Airnona yang semakin memprihatinkan.
Seiring dengan perubahan zaman, Kolam Airnona terus beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Kini, ketika kolam mengering, warga setempat memanfaatkannya sebagai lapangan bola, menciptakan ruang berkumpul baru bagi anak muda dan masyarakat sekitar. Meski ada inovasi penggunaan, warga juga menyadari bahwa pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di masa lalu membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi kolam. Banyak mata air yang dulu menjadi sumber kehidupan kolam kini mati, dan kolam lebih cepat kotor serta berlumut.
Masyarakat Airnona memiliki harapan besar agar pemerintah kembali memperhatikan kolam ini. Mereka berharap dilakukan perbaikan yang tidak hanya mengembalikan fungsi kolam, tetapi juga memperkuat hubungan ekologis dan sosial yang telah lama terjalin di sana. Dengan pendekatan yang lebih bijaksana, Kolam Airnona dapat kembali menjadi pusat kehidupan yang mendukung aktivitas masyarakat sekaligus menjaga keseimbangan alam. Kolam ini diharapkan tetap menjadi tempat yang bermanfaat bagi semua, dengan keindahan dan keasrian yang terjaga untuk generasi yang akan datang. Pesan ini bukan hanya ajakan kepada pemerintah, tetapi juga kepada seluruh warga untuk bersama-sama menjaga warisan alam ini agar tetap menjadi bagian penting dari kehidupan sosial dan lingkungan mereka.
Sumber:
Wawancara Mira Hari Ratu Kore. Airnona, 23 Maret 2024
Wawancara Nicky Ully. Naikoten II, 06 April 2024
Wawancara Den Nakmanas. Airnona, 15 April 2024
Wawancara Yes Bunga. Kuanino, 15 April 2024
Wawancara Jacob Daulima. Labat, 11 April 2024
Wawancara Martha Johanis & Marthen Johanis. Airnona, 13 Juli 2024